Masalah Bid'ah* Imam Zarkasyi

Apabila bid'ah itu tidak berkenaan dengan masalah agama, maka semua bid'ah boleh. Bedug di Pondok Modern Gontor, misalnya, tidak ada hubungannya dengan soal sembayang, sama dengan kentongan yang biasanya dibunyikan pada jam empat sore, itu bukan tanda sembayang Asar, tapi tanda orang harus berhenti bekerja. Dulu masih ada beberapa kyai yang mengharamkan bedug itu. Ada suatu cerita yang benar-benar terjadi dizaman dulu, dijaman Kyai Tebuireng itu haram memakai bedug  atau memakai kentongan. Suatu ketika Kyai Tebuireng berziarah ke Pondok Tremas Pacitan. Di Tremas begitu sopannya menghadapi tamu. Semua santri dikerahkan agar menyembunyikan kentongan dan bedug supaya tidak dibunyikan selama di pondok itu ada Kyai dari Tebuireng. Itu namanya Ta'adduban, li-mudarrisihi, li-ustadzihi (untuk menghormati gurunya). Begitu hormat pada guru dan kyainya, sehingga mereka melakuka hal itu. Ini hubungan antara sesama Kyai; ini cara-cara Pondok; ini sistem Pondok; itu Jiwa Pondok dan itu betul dan baik, karena hal itu bukan masalah pokok.
Cerita itu hampir sama dengan cerita tentang Imam al-Syafi'i yang berpendapat bahwa hukum qunut adalah setengah wajib dan dinamakan sunnah ab'ad. suatu ketika sesudah menetap di Mesir, Imam al-Syafi'i berziarah ke Baghdad, tempat domisili guru-guru Imam al-Syafi'i. Pengikut Imam al-Syafi'i yang berada di Baghdad bersorak gembira atas kedatangan guru mereka ini. Mereka lalu berusaha agar nanti dalam sembayang Subuh di Masjid Besar Baghdad yang menjadi imam adalah Imam al-Syafi'i. Namun, ketika Imam al-Syafi'i menjadi imam Subuh itu, ia tidak mau membaca qunut. Pengikutnya lalu berontak, protes, " Ya Syeikh, kami setengah mati berdebat disini mengenai qunut dan kami mengikuti pendapat Syeikh. Bagaimana ini?" jawab Imam al-Syafi'i singkat saja, " (Sebagai penghormatan)!". Ini berarti menunjukkan begitu ber-tasamuh Imam al-Syafi'i. Beliau sendiri mau meninggalkan qunut secata taaduban, mengapa kita berkelahi dan berselisih tentang qunut? Dari certia itu maka baiklah kita bersatu dan tidak usah kita banya cerewet dalam masalah khilafiya. Namun, sebenarnya sekarang ini kita harus bersyukur, karena kita sekarang hidup ditengah masyarakat yang sudah begitu bagus rasa persatuan dan tasamuh-nya. Alhamdulillah ini berkah toleransi  para ulama.

Di Majlis Ulama Indonesia (MUI) itu tergabung berbagai suku, berbagai sudut pandang, berbagai madzab, dan semuanya bersatu. demikian pula dalam politik semua bersatu di PPP. kita doakan saja mudah-mudahan persatuan ini langgeng sampai mencapai kemenangan yang sebesar-besarnya. Amien

Akan tetapi, kita tetap harus waspada apabila ada orang yang akan menimbulkan masalah-masalah yang memecah belah umat Islam. Jangan mudah kemasukan dajjal, kemasukan setan, dan jangan mudah kita berpecah belah antara sesama kita. Dengan orang yang beragama lain orang Kristen saja kita bisa bertoleransi, mengapa dengan orang yang seagama kita tidak bisa bertoleransi? Perpecahan itu sebenarnya bikinan kaum penjajah.


*Biogafi K.H Imam Zarkasyi dari Gontor merintis pesantren modern, pendalaman kitab-kitab klasik pengantar pelajaran fiqh

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Ceyron Louis

Masih sebagai manusia yang tersesat di tengah, antara salah paham yang tak berujung

0 comments:

Post a Comment