Menjadi
Menikah adalah hal yang dilakukan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam di umurnya yang ke 25 tahun, begitu juga dengan menantunya Ali bin Abi Thalib radiallahu anhu(kalo tidak salah), dan oleh beberapa sahabat lainnya yang menikah muda. Tapi perlu dicatat, sunnah dalam menikah adalah mempercepat bukan tepat di umur 25 tahun. Sedangkan Usamah bin Zaid radiallahu anhu, dia merupakan salah satu panglima perang termuda di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, di umurnya yang ke delapan belas dia membawahi sahabat-sahabat yang lebih tua darinya. Lalu Al Fatih penakhluk konstatinopel, di umurnya yang ke 21 dia menjadi Sultan sekaligus panglima perang. Dan masih banyak lagi hal-hal besar lain yang dilakukan para tokoh-tokoh islam dimasa mudanya, untuk yang terdekat dengan zaman ini contohnya: KH Imam Zarkasyi, beliau mendirikan sebuah lembaga pendidikan di umur yang ke 26 tahun bersama kedua kakaknya. Jika yang tersebut tadi adalah tentang menikah, berperang dan berkarya, maka masih banyak lagi yang tidak bisa tersebut dalam catatan pendek ini, mulai dari menjadi penguasaha, ilmuan penemu, ulama dll, ada saja dari mereka yang telah bersinar di umurnya yang baru berkepala 2.
Mereka, meskipun memiliki persamaan dalam 'menjadi' di umur muda, tetapi mereka memiliki perbedaan dalam jalur kehidupan. Di zaman ini, kesalahan banyak terjadi ketika menitik beratkan pada 'menjadi' , bukan melihat bagaimana dalam proses untuk 'menjadi'. Seperti untuk menjadi panglima, selain pengalaman berperang, diperlukan juga kecerdikan, ilmu berperang dan kemampuan berorasi serta mengayomi. Sedangkan untuk menjadi ulama, ilmuan penemu, pengusaha dan mereka yang berkarya, tentu dengan jalur yang berbeda, antara satu dengan lainnya.
Mereka yang menjadi di usia muda kebanyakan telah memulai di usia awal. Jadi, jika terlambat memulai sudah sewajarnya terlambat menjadi. Dan perlu diingat, hidup bukan hanya tentang menjadi sesuatu yang besar dan diakui. Semakin lebar membuka mata, maka semakin mengetahui bahwa dalam hidup banyak pilihan untuk menjadi. Tapi setidaknya, kisah Plato yang bertanya tentang cinta dan pernikahan pada Socrates bisa menjadi pengingat, bahwa dalam hidup perlu untuk berhenti dari mencari segala kemungkinan lalu memutuskan, karena bukankah segala hal di dunia adalah mungkin.
Menjadi manusia yang bermanfaat. Ah... setidaknya pesan dan nasehat ini lebih sesuai untuk saya yang belum menentukan ingin menjadi apa. Sebenarnya, untuk menjadi, faktor pertama yang harus dilakukan adalah memahami diri, dalam hal ini mempelajari diri sendiri melalui ilmu psikologi, khususnya membaca dan memahami teori perkembangan Erik Erikson dan Sigmund Freud. Belum menentukan dalam menjadi di 1/4 abad umur adalah hal yang lumrah di zaman ini, karena jangankan menjadi, untuk menikah saja masih pikir-pikir, karena pernikahan adalah saatnya mengkompromikan idealisme dengan realitas. Masalahnya, semakin hari semakin banyak manusia-manusia tak bertanggung jawab. Tak berperan, jangankan dalam proses menjadi, dalam proses memilih untuk menjadi pun tak ada. Namun berbicara dan bertanya seakan-akan paling banyak berperan. Semoga mereka cepat mendapatkan hidayah dari Tuhan yang maha kuasa.
ABOUT THE AUTHOR
Masih sebagai manusia yang tersesat di tengah, antara salah paham yang tak berujung
0 comments:
Post a Comment