Masalah Khilafiyah* Imam Zarkasyi



Masalah khilafiyah itu apa?
Dalam kehidupan sosial keagamaan, ktia sering menghadapi masalah-masalah sensitive sekali, yakni masalah khilafiyah. Kita melihat ada orang yang bersembahyang dengan mengucapkan ushalli, dan ada yang tidak; ada yang membaca qunut pada tiap-tiap sembahyang subuh, dan ada yang tidak.
 

Perbedaan-perbedaan seperti itu disebabkan oleh perbedaan paham tentang hukumnya, menurut ajaran/pengajian yang sampai kepada mereka. Masalah-masalah seperti itu dinamakan masalah khilafiyah. 

Masalah-masalah khilafiyah itu hanya terjadi dalam furu’; artinya cabang atau ranting perintah-perintah agama, dan bukan mengenai pokok-pokonya (ushul). 

Namun banya orang yang kurang dapat membedakan antara yang pokok dan yang  bukan pokok, sehingga banyak sekali yang mengira bahwa masalah furu’ itu pokok. Atau banyak yang fanatik kepada furu’ yang telah dibiasakan, sehingga mengiranya atau menjadikannya bahwa yang telah dibiasakan itu pokok. Umpamanya masalah ushalli sebelum takbiratul ihram dan doa qunut pada shalat subuh, padahal keduanya bukan pokok.

Jelasnya, tidak ada seorang pun ulama di dunia ini  yang mengatakan bahwa sembahyang tanpa ushalli atau doa qunut pada shalat subuh itu batal. Begitu pula tidak ada seorang pun ulama yang mengatakan bahwa orang yang bersembahyang dengan mengucapkan ushalli atau membaca doa qunut itu batal sembayangnya.

Dengan contoh dan keterangan diatas, jelas perbedaan antara furu’ dengan pokok atau cabang dengan pokoknya.

Macam-macamnya 
Masalah-masalah khilafiyah dalam Islam itu amat banyak sekali. Maklumlah furu’ al-masa’il (cabang-cabang permasalahan) tidak pernah berhenti, tetapi terus timbul dan timbul bersamaan dengan perkembangan kehidupan.

Orang yang mengikuti salah satu madzab saja, masih menemui masalah-masalah khilafiyah dalam madzab itu.

Kapan mulai ada? 

Masalah-masalah khilafiyah itu sudah ada sejak zaman sahabat. Maklumlah, bagaimana orang banyak memahami suatu peraturan. Ini sudah lazim, selalu terjadi pada segala peraturan.

Sebenarnya zaman Rasulullah pun ada perbedaan pendapat; hanya saja karena Rasulullah ada, maka segala perbedaan itu segala ditanyakan kepada Rasulullah. Jawaban Rasulullah itulah yang menyelesaikan perbedaan paham tadi, baik itu dari wahyu (al-Qur’an) maupun dari Rasulullah sendiri (hadis).


Mungkinkah dihabiskan? 
Ada yang mengira bahwa masalah khilafiyah itu bisa dihabiskan, sehingga semua umat Islam nanti hanya memiliki satu paham, sampai kepada masalah furu’. 

Pikiran seperti ini salah benar. Tidak akan mungkin masalah-masalah khilafiyah ditiadakan. Dalam tiap-tiap madzab saja terdapat masalah-masalah khilafiyah lagi; artinya, ulama-ulama Syafi’i sendiri, umpamanya, banyak yang berlainan pendapat(khilaf) antara satu sama lain. Bahkan imam al-Syafi’i sendiri pernah mengeluarkan fatwa yang berbeda-beda. Perataan imam al-Syafi’i yang dahulu disebut “qaul Qadim”  dan perkataan yang kemudian disebut “qaul jadid”. Fatwa imam al-Syafi’i  ketika berada di Baghdad berbeda dari fatwan.ya ketika ia berdomisili di Mesir.

Hanya dalam furu’ 
Karena masalah khilafiya itu hanya dalam soal furu’, maka tidak perlu ada permusuhan atau perpecahan. Kalau ada orang yang membesar-besarkan atau mempertajam masalah khilafiyah, maka ada dua kemungkinan bahwa orang itu:
a. Terlalu bodoh, atau
b. Alat musuh Islam yang hendak memecah belah umat Islam




****
Perlu Penjelasan 
Berhubung masih adanya orang-orang yang kurang mengerti apa yang dimaksud dalam istilah masalah khilafiyah, maka masih dirasa perlu penjelasan.

Yang dimaksud masalah khilafiyah ialah masalah-masalah yang diperselisihkan hukumnya oleh para ulama dalam urusan fiqh. Itu pun bukan dalam segala bidang ilmu fiqih, melainkan hanya dalam masalah furu’ (cabang-cabang) dan disebut juga sebagai al-masa’il al ijtihadiyah(masalah-masalah ijtihadiyah). Jadi, tidak semua perbedaan paham dapat dinamakan al-masa’il al ijtihadiyah(masalah-masalah ijtihadiyah).

Seandainya ada orang yang memperselisihkan dalam bidang al-‘ulum al-dharuriyat (ilmu-ilmu daruriyat) seperti masalah bilangan rakaat dalam sembahyang fardu atau wajibnya puasa, zakat, dan haji; semua itu tidak termasuk masalah khilafiyah.

Begitu pula perselisihan dalam bidang aqidah (antara tauhid dan syirik), dalam bidang politik, atau perbedaan antara Ahlusunnah dan kaum Syi’ah, atau perbedaan paham antara macam-macam firaq; semua itu tidak termasuk masalah khilafiyah.

Sebagai contoh masalah khilafiyah, dengan segala penjelasannya,  terdapat beribu-ribu masalaha dalam kitab Bidayath al-Mujtahid karangan Ibnu Rusyd.

Mengenai sebab-sebab timbulnya masalah khilafiyah ada dibukukan dalam kitab Asbabul khilaf karangan Dr ‘Abdul Muhsin al-Turki.

Dalam buku ini dijelaskan pula tentang pokok pangkalnya perselisihan sampai kepada cabang rantingnya.

Tentang bagaimana agar umat Islam bersatu, dan tidak diganggu oleh masalah khilafiyah dapat dibaca kitab  Alwihdah al-Islamiyyah karangan Muhammad Rasyid Rida.

Mengenai bagaimana bentuk-bentuk khilaf pada zaman sahabat, zaman tabi’in, dan sampai kepada imam-imam madzab serta bagaimana seharusnya orang awam pada zaman sekarang dapat dibaca kitab al-insaf fi Bayani Asbab al-Khilaf  karangan Dahlawi.

Akhirnya, kami ulangi, kita harus berlapang dada dalam menemui bermacam-macam masalah khilafiyah. Ini berarti kita harus tahu yang mana masalah khilafiyah itu, dengan niat atau maksud dapat beribadah dengan ikhlas serta semata-mata niat lillah.

*Biografi K.H Imam Zarkasyi dari Gontor merintis pesantren modern, sekedar penjelasan tentang masalah khilafiyah.


Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Ceyron Louis

Masih sebagai manusia yang tersesat di tengah, antara salah paham yang tak berujung

0 comments:

Post a Comment